“Temui aku di Hotel H kamar 315, tapi sebelumnya telp dulu ya Dik Sakti,
siapa tahu Mbak Ratna sedang keluar sebentar..” begitulah pembicaraan
yang singkat yang maknanya dapat aku pahami dengan cepat. Oh ya, Mbak
Ratna sudah mengenalku kurang lebih setengah tahun, tapi selama setengah
tahun tersebut, kami hanya sebatas berteman, karena perbedaan tempat
yang cukup jauh, aku di kota S sedang Mbak Ratna di kota J. Dia
mengenalku dari Mbak Vian, ya semoga pembaca masih ingat dengan kisahku
di “Gelora Di Kolam Renang”. Tapi aku tidak tahu apa hubungan antara
Mbak Vian dengan Mbak Ratna, menurut Mbak Vian sih hanya teman dari
“milist groups” (aku lupa namanya), di situ Mbak Vian cerita tentang
hubunganku dengannya. Dan Mbak Ratna minta bagaimana agar bisa
dikenalkan denganku.
Singkatnya, pertemanan setengah tahun berjalan sebatas kirim e-mail dan
telepon, tapi tentu saja dia yang telepon duluan. Mbak Ratna adalah
janda beranak 2, dia bekerja di bidang Public Service sebuah perusahaan
finance di kota J, tidak jelas bagaimana ia menjanda, yang pasti mantan
suaminya orang melayu. Dari yang kubayangkan selama ini lewat
pembicaraan telepon, fisiknya sedang-sedang saja, hanya suaranya, ya..
suaranya yang aku ingat selalu, berat dan serak, mungkin karena dia
perokok berat.
Berbekal uang recehan, aku datang ke hotel H, dan melalui public phone,
aku telepon ke kamar 315. Cukup lama nada dering telepon aku dengar dan
tidak ada yang mengangkat, tiba-tiba..
“Halo..” lho kok suara laki-laki? pikirku.
“Maaf Mbak Ratna ada?”
“Sebentar, dari siapa ini?”
“Sakti, saya sudah janji untuk bertemu sore ini,”
“Tante, ada orang namanya Sakti, katanya mau ketemu..”
Terdengar suara mengeras memanggil nama Ratna. Tante? Siapakah gerangan laki-laki ini?
“Ya Dik Sakti, aduh maaf Tante masih terima Hand Phone dari teman di J, langsung aja deh naik.”
Begitu pintu terbuka, aku kaget, ternyata bayanganku tentang Mbak Ratna
meleset seratus persen! Umurnya 37 tahun, sedang aku saat itu masih 25
tahun, kulitnya coklat, tidak cantik, cenderung gemuk tinggi tubuhnya
yang 160 cm dengan berat 75 kg.
“Wah maaf ya, kenalin ini saudara Mbak di S, namanya Andi, dia anak dari
kakak Mbak yang paling tua, kebetulan sedang kuliah di sini ambil
jurusan.. apa Di?”
“Manajemen,” jawab Andi singkat sambil berjabat tangan formal sekali.
“Semester berapa kamu Di?”
“Baru semester dua kok Tante.”
“Oh ya ini Sakti, dia yang membantu Tante urusan kantor di S,” jawabnya
menutup-nutupi yang sebenarnya, dan aku mendukung apa yang dikatakannya.
“OK deh Tante, karena sudah ada Mas Sakti, Andi permisi dulu, besok
keretanya jam berapa sih, biar Andi antar sama mama sekalian,” tawaran
Andi dijawab singkat Mbak Ratna.
“Ah, nanti aku telepon Mbak Ning deh, sekalian besok minta dijemput main
ke rumahmu, salam buat mama dan papa ya, sampai ketemu besok.”
Jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam,
“Sampai dimana tadi Sakti.. oh ya, selamat berjumpa deh dengan Mbak
Ratna? Bagaimana menurut Dik Sakti? Mbak Ratna gemuk ya? Hayoo jujur
saja, nggak perlu bohong?”
“Iya, untuk ukuran Mbak Ratna memang tergolong gemuk, tapi nggak apa
kok, lagian kami sudah akrab kan setengah tahun ini,” aku mencoba
mencairkan suasana.
Mbak Ratna menyulut sebatang rokok Mild dan menawariku,
“Terima kasih, aku lebih suka Dji Sam Soe Filter,” sambil ikut merokok kepunyaanku sendiri.
“OK, sengaja aku tidak cerita fisik Tante, takut kalau Dik Sakti nggak mau ketemu.”
“Ah Mbak Ratna salah mengira aku, aku tidak melihat wanita dari fisiknya
kok, gemuk, kurus, cantik atau tidak, China atau Pribumi, pendek atau
tinggi, yang penting ‘permainan’-nya.”
Tiba-tiba aku langsung nyerocos.
“Lagi pula, aku juga tidak tampan dan bertubuh atletik kan? aku hanya
laki-laki biasa yang beruntung bisa menemani beberapa wanita yang maaf
lho Tante.. seperti.. Mbak Ratna ini.”
Tiba-tiba, belum selesai rokok satu batang, Mbak Ratna langsung
merangkulku dan melumat bibirku. Didekapnya tubuhku, dan terasa sesak
nafasku karena tubuhnya yang gemuk langsung menindihku di tempat tidur.
“Dik Sakti, sudah sembilan bulan ini Mbak Ratna belum merasakan sentuhan
laki-laki, tolong Mbak Ratna ya.. oohhkk,” suaranya yang berat dan
serak memecahkan kesadaranku untuk ikut melayani permainannya. Bayangan
tubuhnya yang gemuk sudah hilang dari pikiranku, karena untuk pertama
kali ini, aku menemui wanita yang berani langsung tanpa pemanasan. Dan
ciumannya aku akui sangat panas (mungkin karena sembilan bulan puasa).
Belum selesai permainan pertama, Mbak Ratna sudah mulai menanggalkan
pakaiannya satu persatu. Dan hebatnya, sambil melepas pakaian, tangannya
yang satu tidak berhenti meraba kemaluanku yang masih rapat tertutup
celana. Aku sudah tegang sejak ia mempermaikan kemaluanku.
“Ookkhh, Sakti, tunjukkan dong sama Mbak, kemaluan kamu, sudah tegang tuh.. okkhh yeess,”
Tidak sampai satu menit, kami berdua sudah polos. Tubuh yang gemuk itu,
berukuran payudara sedang-sedang saja, tetapi rambut kemaluannya jelas
terawat sekali, panjang, lebat tetapi lurus, dan sudah basah karena
terangsang. Batang kemaluanku langsung saja dituntun ke mulutnya, dan
hisapannya.. “Aaauu, pelan-pelan Mbak, sakiit!” rupanya Mbak Ratna
terlalu terburu-buru. Kubimbing dia untuk bermain pelan-pelan. “Terus
Mbak! yaa, teerruss, ohh, pelan Mbak, ohh terus, nah begitu,” sambil
mukanya maju-mundur, burungku terus dijilati seperti es krim. Tidak
perlu lama-lama menunggu, aku mulai ikut mempermainkan bibir
kemaluannya. Karena sudah basah, aku tidak perlu kerja keras untuk
mengajaknya memasukkan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya. Dan
rupanya Mbak Ratna masih ingin mengulum batang kemaluanku, walaupun
sudah amat sangat keras dan tegang, apa boleh buat, aku hanya bisa
menunggu giliran untuk menusuk lubang kemaluan yang sudah sangat basah
itu.
“Ohhk my God, Mmmbakk,” suaraku bergetar, karena sudah ingin memuntahkan
sperma. Sepuluh menit hanya mengulum saja, segera kupercepat gerakan,
dan agak tersedak Mbak Ratna semakin liar menghisap kemaluanku. Dan aku
mengeluarkan sperma di mulut Mbak Ratna, tidak banyak, tapi cukup untuk
memuaskan nafsuku yang pertama. Aku klimaks hanya dengan oral seks saja,
dan Mbak Ratna masih mengulum habis sekalian membersihkan sisa sperma
di kemaluanku. Dan lima menit kemudian, burungku sudah mulai bereaksi
kembali. Kali ini Mbak Ratna semakin bernafsu, dan belum tegang benar,
aku sudah dikangkanginya, posisiku di bawah, dan Mbak Ratna di atasku.
Wah, aku hampir sulit bernafas, sepertinya (sialan) kali ini aku
benar-benar habis dikuasai permainan Mbak Ratna.
Dengan dibimbing tangan kiri Mbak Ratna, burungku digenggam dan
diarahkan ke lubang kemaluannya. Mmhh.. hangat terasa dan diikuti suara
gesekan kemaluan dan dinding kemaluan sebelah dalam. Mbak Ratna mulai
bergerak naik-turun, dan aku pasif saja menyaksikan apa yang sedang
dikerjakan. “Oh ya.. ohhkk yaa, uuchh,” Mbak Ratna sangat aktif sekali,
gerakannya semakin tidak teratur, kini mulai bergerak maju-mundur, dan
kadang-kadang menghentak, dan setengah melompat, seolah-olah ingin
menancapkan burungku dalam-dalam ke lubang kemaluannya yang sudah sangat
licin. “Dik Sakti adduhh, gimana ini, oohh sshitt, aauuww, ohhkk,”
entah teriakan apa lagi yang kudengar, Mbak Ratna semakin buas memainkan
pinggulnya, tetapi sangat berirama dengan keluar-masuknya batang
kemaluanku ke lubang kemaluan Mbak Ratna.
Tiba-tiba Mbak Ratna berputar membelakangiku dengan posisi masih di
atas, dan batang kemaluanku tertancap di lubang kemaluannya, Mbak Ratna
bertumpu dengan kedua kakinya dengan posisi jongkok kembali
menaik-turunkan tubuhnya, ohhkk, sangat aktif sekali. Kini aku hanya
melihat bagian pantatnya saja, sambil sesekali melihat gerakan
kemaluanku yang sudah basah dilumuri cairan dinding kemaluan Mbak Ratna
tampak keluar-masuk di lubang yang nikmat sekali. “Oocchh, please..
huuhh.. hhuhh.. oohh ohh,” gerakannya makin cepat, dan kini jelas sangat
tidak beraturan. Kasur seperti bergerak dihantam gelombang oleh
permainan Mbak Ratna sedang aku hanya rebahan menikmati permainannya.
Dan tiba-tiba, dia memperlambat gerakannya dengan hujaman ke bawah yang
sangat keras, dengan demikian burungku menusuk sangat dalam ke mulut
kemaluannya. “Aauuhh,” sedikit sakit karena dipaksa.
Semakin lambat gerakan Mbak Ratna, tetapi suaranya makin kencang (semoga
tidak terdengar sampai keluar). “Yeess.. yess.. yeess.. uuhh, aakkhh,
aakhh, oohh, oh.. oh.. oh.. ohh.. yees, ouucchh.. oouucch, please,
pleease.. pleeassee, aaoucchh, shhitt!” Hening, dalam sekali batang
kemaluanku menusuk ke lubang kemaluan Mbak Ratna, dan dibiarkan tetap di
dalam, sementara Mbak Ratna menggeliat, seolah ada gerakan otomatis di
dinding kemaluannya yang mengurut-urut batang kemaluanku dengan gerakan
menjepit dan melebar, menjepit kembali dan tiba-tiba hangat terasa,
seperti ada cairan tambahan.
Ya, aku sampai pada puncak klimaksku, ketika dalam diam tersebut, ada
gerakan otomatis dari dinding kemaluan Mbak Ratna, seolah-olah meremas
kemaluanku dengan sangat teratur dan diselingi desiran cairan kental
yang membuat licin, sehingga batang kemaluanku terasa berdenyut-denyut
dipompa oleh dinding kemaluan Mbak Ratna. Dan kejadian yang singkat ini
berlangsung kurang dari setengah jam, adalah permainanku yang terakhir
di kota S. Sekarang aku sudah di J, sekota dengan Mbak Ratna. Tetapi
sejak di kota J ini, justru aku tidak pernah lagi berhubungan dengan
Mbak Ratna. Sejak kejadian yang pertama dengan Mbak Ratna, kami masih
sempat bercinta 3 kali di kemudian hari, dan seperti permainan kami yang
pertama, aku hanya diam saja menyaksikan permainan Mbak Ratna yang
agresif dan kutunggu sesuatu yang istimewa, gerakan dinding kemaluannya,
yang belum pernah kutemui dengan wanita yang lain.
Ketika pembaca membaca pengalamanku ini, aku beruntung dapat meneruskan
hobiku di kota J ini, karena selalu saja ada pembaca yang ingin
berkenalan dengan mengirimkan e-mail ke alamatku. Dan dari perkenalan
tersebut, walaupun tidak semuanya, ada beberapa yang berani mencoba
untuk bercinta denganku. Dan kepada pembaca yang ingin berkenalan dan
siapa tahu juga tertarik untuk mencoba, aku tunggu e-mailnya. Salam buat
Ratna (yang melepas keperjakaanku, baca kisahku selanjutnya, Anggi,
Mbak Vian (cewek Chinese yang seksi), Mbak Ratna (yang liar) yang sudah
berbagi kepuasan denganku.